Ujung Batu | KUJANGPOST.com – Penutupan total Jembatan Ujung Batu akibat pengerjaan pendongkrak kan membuat masyarakat terpaksa mencari jalur alternatif. Selama beberapa minggu ke depan, warga hanya bisa memutar lewat Jembatan Gantung Lubuk Bendahara atau menggunakan jasa rakit penyeberangan yang beroperasi setiap hari sejak pukul 06.00 hingga tengah malam.
Namun, keberadaan rakit ini justru memunculkan polemik. Warga mengeluhkan tarif yang dianggap terlalu mahal, yakni Rp10.000,- untuk anak sekolah dan Rp20.000,- untuk masyarakat umum sekali menyeberang. Meski berat di kantong, sebagian besar warga mengaku tak punya pilihan lain selain membayar agar bisa tetap beraktivitas.
“Daripada harus memutar jauh dan memakan waktu, mau tak mau kami bayar,” ungkap seorang warga Sungai Kuning yang rutin melintasi sungai dengan rakit.
Di sisi lain, pengelola rakit, Azmi, menjelaskan bahwa biaya operasional memang cukup besar. Rakit yang digunakan merupakan hasil swadaya masyarakat dengan total pembuatan tiga unit senilai sekitar Rp25 juta. Setiap rakit dilengkapi dua mesin disel yang rata-rata menghabiskan 10 liter solar per hari, sehingga kebutuhan bahan bakar untuk tiga rakit mencapai 30 liter per hari. Selain itu, masih ada biaya akses jalan yang wajib dikeluarkan.
“Semua biaya itu ditutup dari hasil penyeberangan, dan uangnya diserahkan ke pengelola,” terang Azmi saat ditemui, Senin (08/09/2025).
Polemik ini seharusnya bisa diminimalisir jika pihak terkait menyiapkan jembatan darurat sebagai bagian dari manajemen proyek. Keberadaan jembatan darurat akan menjadi solusi sementara agar memastikan kelancaran transportasi serta aktivitas masyarakat tanpa menambah beban ekonomi.
Harapan masyarakat kini tertuju pada pemerintah agar segera mencarikan jalan keluar dari persoalan ini. “Kami rakyat kecil sangat berharap ada solusi, supaya tidak makin terbebani di tengah kondisi ekonomi yang sedang sulit,” pungkas warga.