HukrimJakarta

Kasus Razman vs Hotman Paris : Jangan Salah Kaprah dengan No Viral No Justice

183
×

Kasus Razman vs Hotman Paris : Jangan Salah Kaprah dengan No Viral No Justice

Sebarkan artikel ini

JAKARTA, KUJANGPOST.com – Kericuhan di ruang sidang oleh Razman Arif Nasution, selaku terdakwa, yang diikuti penasihat hukumnya, viral di berbagai platform media sosial.

Razman, yang juga advokat, dalam persidangan 6 Februari 2025 di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, sebagai terdakwa dalam kasus pencemaran nama baik, didampingi beberapa penasihat hukumnya.

Hakim menyatakan persidangan tertutup untuk umum. Namun, Razman tidak terima lalu memprotes secara berlebihan.

Razman juga mendatangi Hotman Paris Hutapea, advokat yang dikenal nyentrik dan sering memamerkan kekayaannya.

Dalam video yang beredar, tampak Razman hendak menonjok Hotman yang duduk sebagai saksi korban.

Salah seorang penasihat hukum Razman, Firdaus Oiwobo, malah menaiki meja dan berteriak.

Advokat Asmanidar, S.H., Founder @Konsultasi Hukum dengan pengikut lebih dari 150 ribu di Instagram dan TikTok, mengatakan, siapa pun yang berada di ruang sidang, apalagi advokat, wajib menghargai persidangan.

“Hal itu jelas diatur dalam kode etik advokat, UU Advokat, dan UU Sistem Acara Peradilan serta aturan lainnya,” ungkap Asmanidar kepada wartawan di kantornya, @Konsultasi Hukum Kirana Two Tower Lt. 10, Kelapa Gading, Jakarta Utara, baru-baru ini.

Beliau mengatakan, arogansi semacam itu hanya akan menghilangkan esensinya. “Persidangan itu jelas untuk mengadili perkara, bukan ruang debat, apalagi sampai melakukan penyerangan, menaiki meja, berkata kasar,” tutur advokat yang telah bersidang hampir 15 tahun itu.

Beliau menambahkan, istilah ‘no viral, no justice’ mungkin ada benarnya. Tapi jangan sampai menghilangkan esensi perkara. Jangan salah kaprah yang berakibat merugikan diri sendiri.

Dipecat dari organisasi karena memperjuangkan klien, di satu sisi bisa dianggap pahlawan. Namun, dipecat hingga BAS (Berita Acara Sumpah) dicabut karena huru-hara dan tindakan arogansi di ruang sidang adalah tindakan konyol.

“Advokat harus berpegang pada sumpah advokat, kode etik, dan undang-undang. Jangan menodai predikat officium nobile yang telah disematkan,” tutur Asmanidar.

“Mereka itu pengacara yang sering tampil di media. Tetapi, malah memperlihatkan perilaku yang tidak pantas dari seorang pengacara. Jangan sampai ini malah terlihat keren dan menjadi acuan bagi klien bahwa pengacara pembela harus melakukan hal seperti ini,” katanya.

Sebagai advokat senior, Asmanidar berharap, ke depan para advokat dapat menghargai pengadilan, hakim, penegak hukum lain, dan undang-undang dalam membela kliennya.

“Kalau advokat tidak menghargai ini, siapa lagi yang mereka hargai? Cara seperti ini bukan menyelesaikan masalah, malah keluar dari esensi,” ungkapnya.

Sementara itu, Gemal Panggabean, seorang konsultan media yang biasa menangani perkara hukum, mengomentari bahwa Razman Arif Nasution dan Firdaus tidak seharusnya menampilkan sikap arogan di media. Karena hal tersebut tidak membuat masyarakat dan pemirsa bersimpati dengan mereka.

“Tentu saja cara tersebut bukanlah cara yang efektif dan bukan cara yang benar bagaimana seorang penegak hukum berkomunikasi.

“Memang, arogan dengan gebrak meja dan naik ke atas meja bikin cepat viral. Tetapi, belum tentu mendapatkan simpati. Justru malah memperparah keadaan. Ini tentu cara yang tidak efektif,” kata Gemal yang juga partner dari @KonsultasiHukum.

Gemal tidak membantah bahwa media dan sentimen publik sering mempengaruhi keputusan dalam polemik hukum. Justru itu, pengacara perlu memanfaatkan dengan baik situasi seperti ini.

“Perlu dipahami bahwa pengaruh publik dan media sudah lumrah dalam mempengaruhi keputusan hukum. Beberapa klien kami juga sering terhambat dengan media. Tapi tidak sedikit yang mendapatkan dukungan dari media. Kalau seorang public figure pengacara tidak bisa membaca situasi ini, maka situasi menjadi lebih parah. Kasus klien tidak selesai, dan pengacaranya jadi blunder,” jelasnya.

Senada dengan Asmanidar, Gemal juga berharap agar Mahkamah Agung, asosiasi, media, dan stakeholder tidak lagi membiarkan gimmick pengacara yang arogan seperti itu.

Di samping itu, mereka juga berharap agar pemerintah dan stakeholder bisa lebih menghargai dan mengapresiasi perjuangan advokat muda yang membela kaum kecil. Selain itu, menindak tegas pengacara yang memiliki gimmick buruk di hadapan media.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *