Uncategorized

GRIB Batam Balas Tudingan Intimidasi

46
×

GRIB Batam Balas Tudingan Intimidasi

Sebarkan artikel ini

BATAM, KUJANGPOST.com  – Bidang Hukum Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Kota Batam menjawab tudingan miring Saferiyusu Hulu terhadap organisasi ini. Bidang Hukum DPC GRIB Kota mengungkapkan, pihaknya tidak melakukan intimidasi apapun terhadap Hulu.

Alih-alih melakukan intimidasi, Bidang Hukum GRIB, Setia Karo-karo mengungkapkan, pihaknya datang ke lokasi untuk merespon tindakan intimidatif yang dilakukan Hulu bersama belasan orang berpakaian preman kepada penyewa properti di kawasan Graha Legenda Malaka, Batam.

“Tidak ada intimidasi yang dilakukan kepada rekan Hulu,” tegas Setia saat konferensi pers di Anambas Kopitiam, Selasa (16/7/2024).

Ketua DPC GRIB Kota Batam Diki Sanjaya Ginting bersama Bidang HUKUM DPC GRIB Kota Batam, Setia Karokaro menjelaskan secara rinci kronologis muasal perkara tersebut. Pada awal Juli 2023, Rio Saputra menerima somasi pertama yang disampaikan oleh pihak Bi Eng. Somasi ini diterima oleh Rio dan penasehat hukumnya, menandai awal dari konflik hukum yang melibatkan masalah pinjaman dan properti.

Rio Saputra, yang menjabat sebagai Bendahara Umum DPC GRIB Kota Batam, mendapatkan dukungan dari Bidang Hukum DPC GRIB Kota Batam. Setia Karo-karo, sebagai penasehat hukum dari GRIB, menyarankan agar diadakan pertemuan dengan pihak Bi Eng atau pengacaranya untuk mencari solusi terbaik.

Pertemuan pertama berlangsung di kawasan Legenda dengan empat orang yang hadir. Diantaranya ada Setia Karo-karo sebagai Penasehat Hukum Rio, Saferiyusu Hulu – yang dipanggil Hulu sebagai penasehat hukum Bi Eng, seorang oknum polisi dan seorang yang mengaku sebagai wartawan.

“Dalam pertemuan tersebut, saya lebih banyak mendengarkan pendapat hukum dari Hulu terkait masalah ini,” jelas Setia.

Hulu menyatakan bahwa aset rumah yang menjadi objek sengketa adalah milik Bi Eng, terbukti dari sertifikat rumah dan tanah yang terdaftar atas nama Bi Eng. Hulu juga menegaskan bahwa Bi Eng tidak mengakui adanya hutang sebesar Rp 242 juta kepada Rio.

Setia memberikan bantahan dan klarifikasi. Dia menjelaskan bahwa suami Bi Eng, Sarno, berhutang sebesar Rp 242 juta kepada Rio pada tahun 2017. Pinjaman tersebut diberikan atas dasar rekomendasi dari Bi Eng.

“Namun, Hulu tetap berpegang teguh pada pendapatnya, mengutip Pasal 1365 KUHPerdata tentang perbuatan melawan hukum,” ujarnya.

Pertemuan pertama berakhir dengan kesepakatan untuk mengadakan mediasi kedua. Rio Saputra hadir langsung dalam pertemuan kedua untuk menceritakan lengkap kronologis masalah antara dirinya, Sarno dan Bi Eng. Setelah mendengarkan penjelasan Rio, Hulu memutuskan untuk menunggu Bi Eng hadir dalam waktu dua minggu.

Namun, situasi berubah drastis ketika keesokan paginya Hulu datang bersama belasan orang berpakaian preman ke rumah yang menjadi objek sengketa.

Mereka mengintimidasi dan mengancam mitra Rio yang menyewa rumah tersebut untuk usaha. Hulu dan kelompoknya mengambil dan mengeluarkan barang-barang milik penyewa dari rumah tersebut serta memarkir mobil di depan rumah, menutup akses aktivitas usaha yang sedang berlangsung.

Mendengar insiden tersebut, Setia Karokaro bersama dua pengurus GRIB datang ke lokasi. Setia mencoba berdiskusi dengan Hulu mengenai tindakan tersebut. Dia menanyakan apakah tindakannya sesuai dengan prosedur hukum.

“Saya bertanya, apakah ini apakah tindakanya lazim dilakukan dalam praktik hukum? Apakah itu sudah sesuai dengan prosedur hukum? Namun Hulu tidak bisa menjawab, bahkan terkesan meremehkan dan mengejek,” jelasnya.

Pertanyaan Setia bukan tanpa alasan. Pasalnya, tindakan Hulu terindikasi tidak sesuai dengan prosedur hukum. Apalagi, malam sebelumnya telah ada kesepakatan dalam mediasi bahwa mereka akan menunggu selama 2 minggu untuk bertemu dengan Bi Eng.

Selain itu, penyewa juga merasa terancam karena Hulu dan orang-orangnya memberikan tekanan dan ancaman verbal. Mereka mengancam akan memenjarakan penyewa jika tidak keluar dari properti tersebut.

“Mereka mengintimidasi penyewa dengan kata-kata: Kami Penjarakan! Kami Hantam! Kita Sikat! Kita Hajar! Tentu saja itu membuat penyewa merasa terancam,” ungkap Setia.

Melihat kondisi ini, salah satu pengurus GRIB yang hadir merespon. Kendati sedikit terpancing amarah, namun tujuannya adalah agar tidak terjadi keributan di lokasi.

“Kata-kata yang keluar tepatnya: Kalau kalian gentle semua, kalian kan bawa orang banyak. Ayo kita baku ribut, baku potong di luar. Jadi, tidak ada yang menyerang pribadi,” terangnya.

Setia menegaskan bahwa tindakan tersebut tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku dan akan ditindaklanjuti secara serius.

*Pinjaman Tanpa Jaminan, Berakhir Sengketa*

Sengketa hukum antara Rio Saputra dan Bi Ng berawal dari pinjaman tanpa jaminan sebesar Rp 242 juta pada 2017, yang bergulir hingga 2021. Kematian Sarno pada 2021 hanya menambah komplikasi dalam perselisihan ini.

Bi Eng dan suaminya, Sarno, mengalami kesulitan keuangan yang serius. Untuk mengatasi situasi tersebut, Bi Eng menghubungi Rio, meminta bantuannya untuk memberikan pinjaman kepada Sarno. Atas dasar kepercayaan dan rekomendasi dari Bi Eng, Rio setuju memberikan pinjaman kepada Sarno dengan bunga 2 persen per bulan.

Pinjaman yang diberikan kepada Sarno mencapai total Rp 242 juta, disalurkan melalui beberapa kali transfer dan pemberian tunai. Rio memberikan pinjaman tersebut tanpa jaminan apapun. Hanya bermodal kepercayaan kepada Bi Eng.

Kendati sepakat membayar bunga 2 persen perbulan, namun kenyataannya Sarno hanya dua kali membayar bunga tanpa membayar pokok pinjamannya. Meski demikian, Rio tidak mempermasalahkan hal ini pada awalnya.

Pada tahun 2021, Rio mengetahui bahwa tiga ruko milik Sarno akan disita oleh bank karena tunggakan hutang. Ketiga ruko tersebut sebelumnya digunakan untuk usaha mini market. Kabar ini membuat Rio khawatir, Sarno tidak akan mampu membayar hutang kepada dirinya.

Rio menghubungi Sarno untuk menanyakan perihal penyitaan ruko dan kekhawatirannya. Dalam percakapan tersebut, Rio meminta Sarno memberikan jaminan atas pinjamannya.

Sarno mengatakan, dia masih memiliki sebuah rumah yang telah direnovasi menjadi seperti ruko di kawasan Graha Legenda Malaka, Batam. Meskipun demikian, sertifikatnya masih dalam proses balik nama.

Sarno dan Rio kemudian membuat perjanjian tertulis yang menetapkan bahwa properti tersebut akan dititipkan kepada Rio sebagai ganti hutang Sarno. Biaya sewa properti tersebut diperkirakan mencapai Rp 30 juta per tahun.

“Jadi, hutang Sarno dipotong dari biaya sewa ruko pertahun, hingga lunas. Tapi, kalau hutang Sarno lunas sebelum 10 tahun, properti tersebut akan dikembalikan. ” jelasnya.

Bi Eng sebagai istri Sarno mengetahui perjanjian tersebut. Hal ini dikuatkan oleh bukti rekam percakapan dengan Bi Eng dan Rio yang masih ada hingga hari ini.

Sementara surat pernajian telah dibuat, proses balik nama properti tetap berlanjut. Sayangnya, Sarno jatuh sakit dan meninggal dunia pada September 2021. Hal ini membuat proses balik nama sertifikat rumah kemudian dialihkan atas nama anak Sarno.

Namun anaknya juga mengalami kondisi serupa dan meninggal dunia. Hingga akhirnya, sertifikat rumah dibalik nama atas nama Bi Eng, istri sah Sarno.

“Itulah mengapa properti tersebut sekarang atas nama Bi Eng,” ungkapnya.

Setelah suaminya meninggal, Bi Eng memanfaatkan situasi untuk mencari keuntungan. Dia mengambil alih properti tersebut tanpa menyelesaikan hutang-piutang yang ada. Bi Eng tidak mengakui adanya hutang-piutang antara dirinya dan Rio, meskipun ada bukti perjanjian dan rekaman percakapan yang mendukung klaim Rio.

Rio kini harus menghadapi tantangan untuk menuntut haknya atas hutang yang belum dibayar dan properti yang dijaminkan. Dia masih mengupayakan upaya non litigasi dengan cara mediasi dan kekeluargaan. Rio melalkukan komunikasi intens dengan Bi Eng, agar persoalan tersebut bisa selesai.

Rio bersedia bernegosiasi dan memberikan kelonggaran kepada Bi Eng. Salah satunya adalah memotong hutangnya sebesar Rp 90 juta, berdasrkan lamanya property tersebut dititipkan kepad Rio. Sehingga, Bi Eng hanya perlu membayar Rp 152 juta lagi kepada Rio.

“Saat ini, kami hanya akan menunggu. Menurut klien kami merasa tak perlu melakukan upaya apapun lagi. Rio masih berkomunikasi dengan Bi Eng. Bahkan Bi Ng menyampaikan akan melakukan pertemuan setelah dia sampai di Batam,” pungkasnya. (*)Red

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *