INHU, KUJANGPOST.com — Desa Tani Makmur diguncang kabar memilukan. Sebuah tragedi rumah tangga pecah di malam sunyi, tepatnya Senin, 14 April 2025, sekitar pukul 23.30 WIB. Seorang suami ditemukan bersimbah darah dengan luka menganga di kepala, sementara sang istri, EN, tampak panik namun menyimpan banyak tanya.
Pada awalnya, pihak medis sempat kebingungan. Dari mana asal luka parah di kepala korban? Saat ditanya, sang istri hanya menjawab berulang kali, “Saya tidak tahu.”
Namun fakta tak bisa dibungkam. Tim gabungan dari Polres Inhu dan Polsek Rengat Barat langsung melakukan olah TKP di kediaman korban di Line II RT 03 RW 01, Desa Tani Makmur. Hasilnya? Sejumlah kejanggalan terkuak. Penyidikan pun berlanjut hingga ke meja autopsi oleh tim Dokkes Polda Riau.
Tak butuh waktu lama, pada 21 April 2025, penyidik menetapkan EN sebagai tersangka utama. Berdasarkan temuan dan keterangan yang diperoleh, malam itu diduga terjadi penganiayaan. Pisau deres – alat sadap karet dengan ujung patah – jadi senjata yang digunakan EN untuk menyerang suaminya dari belakang. Luka robek sedalam 8 cm di kepala korban menjadi bukti bisu betapa keji serangan itu.
Ironisnya, bukannya segera meminta pertolongan, EN justru sempat membersihkan darah dan mengoleskan antiseptik ke luka korban. Baru sekitar pukul 02.30 dini hari, ia meminta bantuan kakaknya. Namun semuanya terlambat—korban menghembuskan napas terakhir di rumah sakit pada pukul 06.40 WIB.
Motifnya? Diduga EN kesal lantaran sang suami tak merespons permintaannya meminjam uang untuk membeli sebidang tanah dari orang tuanya, sekaligus untuk biaya pengobatan.
Dari lokasi kejadian, polisi menyita sejumlah barang bukti: pisau dengan ujung patah, pakaian berlumur darah, botol antiseptik, kain pel, hingga bangku kecil yang sempat digunakan saat korban terkapar kritis.
Kini EN telah diamankan. Ia dijerat dengan Pasal 44 UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan kematian.
“Penyidikan masih terus berlangsung dan kami berkoordinasi dengan jaksa penuntut umum,” ujar Aiptu Misran.
Kisah ini menyisakan duka yang mendalam bagi keluarga korban, sekaligus menjadi pengingat betapa bahaya emosi yang tak terkendali bisa mengubah rumah menjadi tempat petaka.